Merenung...

Mengapa saya tidak dilahirkan di Amerika atau di Eropa dengan kulit putih? Atau di Jepang dengan mata sipit dan kulit kuning? Atau sebagai orang Melayu? Mengapa saya dilahirkan sebagai orang Papua Barat berkulit hitam, rambut keriting di atas bumi Papua yang kaya-raya itu. Apakah Tuhan keliru menempatkan saya disana? Saya tidak bisa membayangkan tentang misteri kehidupan ini, selalu membayangi diri ini sebagai seorang anak manusia Papua Barat yang sedang mencari eksitensi (keberadaan) di dunia ini, ketika bangsa kolonialisme-Imperialis dan antek-anteknya terus melakukan eksploitasi di bumi yang sangat saya cintai.Pemukulan, pembunuhan, pembantaian dan kekerasan lainnya terhadap ibu, bapa, adik dan kakak dan terhadap paman. Mereka menginginkan kita tetap bodoh tidak sama sekali menyadari akan adanya ketidak adilan sosial, ekonomi, politik dan HAM yang dilakukannya. Itu semua, dengan mata telanjang telah saya saksikan. Sampai kapan akan terus terjadi. Disatu titik penantian, saya mengharapkan Bumi Papua yang aman bebas dari jiwa-jiwa kolonialisme, imperialisme itu. Haruskah saya duduk menangis dan meratapi sampai orang berkulit hitam rambut keriting di tanah Papua Barat lenyap ditelan bumi. Sebagaimana yang sedang terjadi saat ini. Apa yang harus saya lakukah??? Lawan..lawan dan lawan, karena kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan peri keadilan. (pito)

Jumat, 10 Juni 2011

DIMENSI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI PAPUA


Dekolonisasi Belanda menggiring Papua Bara masuk ke pada tangan penjajah baru yaitu kolonialisme Indonesia yang merasa berhak atas wilayah Papua Barat, dengan dasar sejarah yang anakronistik sebagai daerah kekuasaan Majapahit, Tidore, dan sebagai daeah jajahan Hindia Belanda.  Semua alasan itu tidak dipandang benar oleh dunia internasional karena sangat tidak masuk akal, sehigga ketika Belanda dang Indonesia bertikai soal Papua Barat, PBB menolak usulan Indonesia untuk memasukan masalah Papua Barat dalam sidang PBB tahun 1957. Sebelumnya dalam Konfrensi Meja Bundar 1949 Belanda  dinyatakan sebagai yang paling berhak untuk melanjutkan pembangunan di Papua Barat dalam kerangka dekolonisasi dengan mempersiapkan dan mengesahkan kemerdekaan Papua Barat yang telah mendapat dukungan Belanda, Ratu Juliana, tepat tanggal 1 Desember 1961 telah dinyatakan sebagai hari kemerdekaan Papua Barat.  [selanjutnya klik Disini]... http://www.scribd.com/fullscreen/57568652?access_key=key-2eomc5lgsl32m3loguvw

Leia mais...

Selasa, 10 Mei 2011

INTEGRASI PAPUA: Sebuah Konspirasi Internasional

“Integrasi Papua Barat ke dalam Indonesia adalah suatu konspirasi politik antara beberapa pihak, yaitu Kapitalis yang tidak lain adalah Amerika, dunia internasional, elit politik Jakarta dan elit politik Papua Barat. Konspirasi itu dilandasi oleh kepentingan masing-masing pihak dan akhirnya mengorbankan mayoritas masyarakat Papua.” Kepentingan yang dominat adalah ekonomi.
Penegakan sejarah sangatlah penting untuk membuktikan suatu kebenaran.[1] Karena dengan menuliskan dan dengan memahami sejarah masa lalu sebuah identitas bisa ditemukan pandangannya dan setiap orang bisa belajar darinya.[2] Otis Simopiaref (2002) menyatakan: sejarah harus diteliti kembali di mana lembaran hitam harus diputihkan dan yang bengkok harus diluruskan, kalau tidak perdamaian dunia tidak akan pernah tercapai.”[3] Selanjutnya sering cendikyawan dan ilmuan Kristen Dr. George Junus Aditjondro (2000:3) mengatakan, “ sejarah satu komunitas adalah jati diri dan sekaligus imajinasi mengenai hari depan dari komunitas itu sendiri.”[4]

Leia mais...

Pendidikan dan Kesadaran Nasional Papua Barat

”Sangat menyakitkan hidup bersama bangsa kolonialis,
tetapi saya bersyukur dapat bersekolah dan mendapatkan
pendidikan dari kolonialis,
saya semakin mengerti bahwa kaumku sedang ditindas oleh kolonialis-imperialis,
sehingga saya semakin mengerti untuk melawan kaum kolonialis”[1]
A. Prolog
Perjuangan menentang kolonial secara terorganisir telah digerakan oleh kelompok terpelajar. Mengapa? Karena memang pengalaman di dunia menjadi potret sejarah bahwa kesadaran selalu lahir sebagai proses pendidikan ( Latin: e-ducare).[2] Melalui pendidikan orang menjadi kritis memahami persoalan dan sadar akan ketidak adilan, kekerasan langsung maupun tidak langsung[3] yang dilakukan oleh kaum kolonialis – imperialis.
Dengan maksut agar tidak akan lahir kesadaran nasionalisme dikalangan penduduka asli (terjajah), mereka (penduduk pribumi) diberi pendidikan yang memang tidak layak secara prasarana maupun terutama melalui muatan kurikulum yang isinya muatan politis hegemoni penjajaha/penguasa. hal itu dimaksutkan supaya penduduk pribumi tidak cerdas, kritis dan supaya lebih tunduk pada penjajah, pekerja sebagai kulih penjajah mengisi birorasi dan perusahan-perusahan kolonial-imperialis.Sama juga seperti halnya, kebijakan pendidian Belanda maupun Indonesia dipraktekan secara murni dan konsekuen agar univikasi dan asimilasi dapat terjadi bagi orang Papua.

Leia mais...

Indonesia: Bangsa Sebuah "Imagined Communities"

Saya baru mengenail kata Imagined Communities melalui buku karya Benedict Anderson (cetakan kedua dengan bab-bab baru: 1991) ketika kuliah di Jawa, melalui buku ini cukup menginpirasi saya untuk melihat dan mengenal Indonesia. Terutama mengenai banyak hal yang sebenarnya selama ini kurang atau bahkan disembunyikan agar tidak diketahui masyarakat di negeri ini. Mengapa saya katakan disembunyikan, karena selama di sekolah dasar hingga SMU bahkan mahasiswa saya tidak pernah diajarkan, hanya disuguhi sesuatu yang indah. Barangkali begitulah yang namanya hegemoni yang dikenalkan Gramsci melalui bukunya negara dan hegemoni.

Leia mais...

Sejarah Kelabu Papua Dalam Indonesia*

**
Historiografi Indonesia masi menghadirkan historiografi parsial mengisahkan mengenai muatan politis-ideologis.[1] Di dalam penulisan sejarah seperti itu tampak dimana peritiwa sejarah bukan pergerakan nasional diabaikan dalam pembelajaran di sekolah. Hal itu tampak sebagai bukti penjajahan, karena dengan begitu, individu, kelompok masyarakat tertentu dianggap tidak memiliki sejarah atau dianggap tidak berhak memiliki sejarah[2] dalam historiografi Indonesia, bahkan lebih ekstrim lagi, sejarah masyarakat atau wilayah di Indonesia dianggap baru dimulai bersamaan dengan perlawanan mereka terhadap ekspansi militer, politik atau ekonomi bangsan Barat. Orang Dayak dan orang Papua misalnya dianggap tidak memiliki sejarah sebelum mereka berintegrasi dengan orang luar.[3] Sedangkan Kata Indonesia yang diperkenalkanG.W. Eart, J.R Logman dan Adolf Batian (Jerman) jauh sebelum

Leia mais...

Kamis, 05 Mei 2011

Kesimpulan Skripsiku:Nasionalisme dan Gerakan Kebangsaan Papua 1961-1988

A. Kesimpulan
Nasionalisme Papua di Papua Barat tumbuhnya dan berkembang secara khas telah dinyatakan melalui gerakan millinerian, mesianic dan “cultus cargo” sebagai respon masyarakat pribumi terhadap dominasi kolonialisme/imperialisme. Saat itu terhadap penjajah Belanda yang “terkenal di kawasan Asia sebagai penguasa kolonial yang paling kejam dan serakah”, menyita tanah, penghisapan penduduk asli yang tak kenal belas kasihan, diskriminasi ras, dipertahankan dengan sengaja keadaan kesehatan yang buruk, “ Isolasi Budaya”.
Pendidikan jaman Belanda, meskipun dipraktekan agar univikasi dan asimilasi terjadi agar eksitenisasi dan eropanisasi terus terjasi, namun jutru telah membangkitkan kesadaran nasionalisme penduduka asli (terjajah). Lahirny nasionalisme Papua ditandai dengan hadirnya tokoh-tokoh terpelajar yang menggagas nasionalisme Papua dan turut memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat lepas dari cengkraman kolonial denga membetuk Dewan Nieuw Guinea (Nieuw Guinea Raad) dari tanggal 18 – 25 Februari 1961 Pada tanggal 5 April 1961 Nieuw Guinea Raad, dan melakukan kongres Papua Barat I, 19 Oktober 1961 yang kemudian mendeklarasikan perangkat kenegaraan seperti:

Leia mais...

  ©Pito Owa - Todos os direitos reservados.

Template by Dicas Blogger | Topo